Kuliah
6
Akhlak
Tasawuf
Meneladani
Tohoh Tasawuf
Diantara
tokoh tasawuf dunia adalah
- Rabi'ah al-Adawiyyah (713–717)
- Abu Nawas (756–814)
- Imam Al-Ghazali (1056–1111)
- Syekh Abdul Qadir Jaelani (1077–1166)
1.
Rabi'ah
al-Adawiyyah
Rabiah
Al-Adawiyah atau dikenal juga dengan nama Rabi'ah Basri adalah seorang sufi
wanita yang dikenal karena kesucian dan dan kecintaannya terhadap Allah. Ia
dikenal sebagai seorang sufi wanita yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada
kehidupan duniawi, sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah
kepada Allah. Rabiah diperkirakan lahir antara tahun 713 - 717 Masehi, atau 95
- 99 Hijriah, di kota Basrah, Irak dan meninggal sekitar tahun 801 Masehi / 185
Hijriah. Nama lengkapnya
adalah Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah
al-Basriyah. Rabiah merupakan sufi wanita beraliran Sunni
pada masa dinasti Umayyah yang menjadi pemimpin dari
murid-murid perempuan dan zahidah, yang mengabdikan dirinya untuk penelitian
hukum kesucian yang sangat takut dan taat kepada Tuhan. Rabi'ah
Al-Adawiyah dijuluki sebagai "The Mother of the Grand Master" atau
Ibu Para Sufi Besar karena kezuhudannya. Ia juga menjadi panutan para ahli sufi
lain seperti Ibnu al-Faridh dan Dhun Nun al-Misri. Kezuhudan Rabi'ah juga
dikenal hingga ke Eropa. Hal ini membuat banyak cendikiawan
Eropa meneliti pemikiran Rabi'ah dan menulis riwayat hidupnya, seperti
Margareth Smith, Masignon, dan Nicholoson.
Ajaran-ajaran Rabi'ah
tentang tasawuf dan sumbangannya terhadap perkembangan sufisme dapat dikatakan sangat besar.
Sebagai seorang guru dan penuntun kehidupan sufistik, Rabi'ah banyak dijadikan
panutan oleh para sufi dan secara praktis penulis-penulis besar sufi selalu
membicarakan ajarannya dan mengutip syair-syairnya sebagai seorang ahli
tertinggi.] Di antaramereka adalah Abu Thalib
al-Makki, As-Suhrawandi, dan teolog muslim, Al-Ghazali yang mengacu pada
ajaran-ajaran Rabi'ah sebagai doktrin-doktrin dalam sufisme.
Tujuan Rabi’ah yaitu kepada Tuhan karena Tuhan, bukan kepada
Tuhan karena mengharap. Sehingga ia menuliskan lagi syair seperti ini:
|
Ya Illahi! Jika sekiranya aku
beribadah kepada Engkau karena takut akan siksa neraka,
maka bakarlah aku dengan
neraka-Mu.
Dan jika aku beribadah kepada Engkau karena harap akan masuk surga, maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku beribadah kepada Engkau hanya karena semata-mata karena kecintaanku kepada-Mu, maka janganlah, Ya Illahi, Engkau haramkan aku melihat keindahanmu yang azali |
- Abu Nawas (756–814)
Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami (756-814),
biasanya dikenal sebagai Abū-awās
atau Abū-Nuwās (Bahasa Arab:ابونواس), adalah seorang pujangga Arab. Dia dilahirkan di kota Ahvaz
di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya. Abu Nawas
dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan
sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam
kisah Seribu Satu Malam
dalam salah satu cerita ia pernah berpura pura gila karena tidak ingin menjadi
kadi setelah mendengar wasiat ayahnya dengan cara menaiki batang pisang seperti
kuda kudaan ia juga sering ditantang oleh raja Harun Ar-Rasyid maupun oleh teman temanya
dengan hal yang aneh, beresiko dan bahkan tidak mungkin terjadi seperti
memindahkan istana raja ke bukit, memantati raja dan lain lain.
Tak lama setelah
belajar ilmu-ilmu agama, Abu Nawas bertemu dengan Walibah ibn Habib Al-Asad.
Walibah memberikan pelajaran kepada Abu Nawas untuk memperhalus kembali bahasa
yang dia gunakan. Dia juga pergi ke Kufah untuk bertemu dengan orang-orang Arab
Badui
supaya ia dapat memperhalus serta memperdalam kesustraan bahasa Arab. Oleh karena itu, tak lama
kemudian Abu Nawas terkenal sebagai seseorang sastrawan cemerlang[2]. Abu Nawas dengan cepat menjadi
terkenal karena puisinya yang jenaka dan lucu, tidak berhubungan dengan
tema-tema tradisional padang pasir, tetapi berbicara tentang kehidupan kota dan
menyanyikan kegembiraan meminum anggur (khamr) dan cinta dari anak laki-laki
muda dengan humor nakal. Puisi pujinya yang berisi puji-pujiaan memungkinkannya
untuk ikut mendukung Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan ia juga mengaitkan
dirinya dengan keluarga wazir Barmak, yang saat itu berada di puncak kekuasaan
mereka. Akhirnya, dia pun dipercaya sebagai orang kepercayaan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid, pemimpin dinasti Abbasiyah
yang kelima.
Abu Nawas dianggap
sebagai salah satu sastrawan yang terbesar dalam literatur Arab klasik. Dia
mempengaruhi banyak sastrawan generasi kemudian, termasuk Omar Khayam, dan
Hafiz yang di mana keduanya adalah penyair dari Persia. Kartun hedonistik Abu
Nawas muncul di beberapa narasi Seribu Satu Malam. Di antara puisi-puisinya
yang paling terkenal adalah beberapa yang mengejek tema "Old Arabia",
yaitu nostalgia untuk kehidupan orang-orang Badui, dan dengan antusias memuji
kehidupan yang diperbarui di Bagdad sebagai perbedaan
yang jelas. Dia adalah salah satu dari beberapa orang yang kepadanya penemuan
bentuk sastra mu'ammā (secara harfiah 'dibutakan' atau 'digelapkan')
- Imam Al-Ghazali (1056–1111)
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali
ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 /
450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir
505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog muslim Persia,
yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya
bernama Hamid.[butuh
rujukan] Gelar dia al-Ghazali
ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu
kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah
di Bandar
Thus, Khurasan, Persia (kini Iran).
Sedangkan gelar asy-Syafi'i
menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin.
Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim
dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat
Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan
manusia. Ia pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah,
pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14
Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus.
Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.
- Syekh Abdul Qadir Jaelani (1077–1166)
Nama beliau adalah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al adfawi.
Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’i yang tinggal di Baghdad. Beliau dilahirkan
pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo.
Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz
di dalam kitab Ad Durarul Kaminah,
biografi nomor 1452. Imam Ibnu Rajab menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al Jailani
lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga dengan Kailan. Sehingga
diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al
Jiliy. (Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah
I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).
Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
No comments:
Post a Comment