Wednesday, March 18, 2020

Kuliah 9 Akhlak Tasawuf

Kuliah 9
Akhlak Tasawuf

Mengenal  fase tasawuf (Takhalli, Tahalli, dan Tajalli)

1.    Takhalli
Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi[1]. Takhalli juga dapat diartikan mengosongkan diri dari sifat ketergantungan terhadap kelezatan duniawi[2]. Menurut Jannah takhalli adalah pembebasan diri dari kualitas- kualitas tercela[3]. Sementara Masrur mendefinisikan takhalli sebagai pembersihan diri (tazkiyat al-nafs) dari sifat - sifat tercela dan juga dari kotoran - kotoran/penyakit hati yang merusak[4]. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa takhalli adalah usaha membebaskan aatau mengosongkan atau membersihkan diri dari perilaku atau sifat-sifat tercela atau penyakit hati yang dapat merusak. Diantaranya kecintaan yang berlebihan terhadap dunia
Takhalli dapat ditempuh dengan menjauhkan dari kemaksiatan dengan segala bentuk dan melepaskan dari kubangan hawa nafsu jahat[5]. Menurut kelompok sufi, maksiat dibagi menjadi dua yaitu maksiat lahir dan batin. Maksiat lahir adalah segala maksiat tercela yang dilakukan oleh anggota lahir. Sedangkan maksiat batin adalah segala maksiat yang dilakukan oleh anggota batin yaitu hati[6]. 
Langkah-langkah dalam menjalankan takhalli antara lain:
a.       Menghayati segala bentuk ibadah, sehingga pelaksananya tidak sekedar apa yang terlihat secara lahiriyyah, namun lebih dari itu, memahami makna hakikinya.
b.       Riyadhoh (latiahan) dan mujahadah (perjuangan) yakni berjuang dan berlatih membersihkan diri dari kekangan hawa nafsu, dan mengendalikan serta tidak menuruti keinginan hawa nafsuny tersebut.
c.       Mencari waktu yang tepat untuk mengubah sifat buruk dan mempunyai daya tangkal terhadap kebiasaan buruk dan menggantikanya dengan kebiasaannya yang baik.
d.      Mukhasabah (koreksi) terhadap diri sendiri dan selanjutnya meninggalkn sifat-sifat yang jelek itu. Memohon pertolongan Allah dari godaan syaitan[7].

2.    Tahalli
Setelah melalui tahap pembersihan diri dari segala sifat dan sikap mental yang tidak baik dapat dilalui, usaha itu harus berlanjut terus ke tahap kedua yang disebut tahalli. Tahalli adalah menghias diri dengan jalan membiasakan diri untuk bersifat dan bersikap yang terpuji, berusaha agar setiap gerak dan tingkah lakunya berjalan sesuai dengan ajara-ajaran agama, dan konsisten dengan langkah-langkah sebelumnya (ber-takhalli), melakukan olah fisik (riyadhah) dan jiwa dengan amalan-amalan baik (ibadah)[8]. Masrur mendefinisikan tahalli sebagai membiasakan diri dengan sifat dan sikap serta perbuatan yang baik. Berusaha agar dalam setiap gerak gerik dan prilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama[9]. Menurut Ismail, tahalli adalah mengisi diri dengan sifat- sifat terpuji, dengan taat lahir dan bathin[10]. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahalli adalah membiasakan diri bersikap dan bersifat terpuji dalam setiap gerik dan perilaku.
Tahlli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sifat dan sikap mental yang baik dapat dilalui, usaha itu harus berlanjut terus ketahap berikutnya, yaitu tahalli[11].Ada beberapa cara untuk menghiasi diri kita untuk mendekatkan diri pada Allah diantaranya : zuhud, qona’ah, sabar, tawakal hatinya, mujahadah, rida, syukur, masuk dalam ategori kriteria jiwa atau mental yang sehat[12].

3.    Tajalli
Tajalli berarti penampakan diri Tuhan yang bersifat absolute dalam bentuk alam yang terbatas. Istilah ini berasal dari kata tajalla atau yatajalla yang artinya menyatakan diri[13].Dengan kata lain setelah seseorang bisa melalui dua tahap takhalli dan tahalli (mengosongkan hati nurani dari sifat tercela dan mengisi atau menghiasi diri dengan sifat yang baik), maka dia akan mencapai tahap ketiga yakni tajalli yang berarti lenyap atau hilangnya hijab dari sifat kemanusiaan (basyariyah) atau terangnya atau terungkapnya nur ghaib (tersembunyi), atau fana’ segala sesuatu (selain Allah) ketika nampak wajah Allah[14]. Tajalli juga dipahami sebagai pengalaman spiritual yang merasakan jelas kehadiran Tuhan dalam kehidupannya[15]. Menurut Husnaini tajalli berarti terbebasnya hari seseorang dari tabir (hijab), yaitu sifat-sifat kemanusian atau memperoleh nur yang selama ini tersembunyi (Ghaib)[16]. Dengan demikian tajalli adalah tahap kesempurnaan tasawuf setelah melalui tahap takhalli dan tahalli, sehingga seseorang akan merasakan kehadiran Allah sehingga tersingkap nur ilahi. Orang semacam ini mencapai ma’rifatullah yaitu perasaan keinsanan lenyap, rasa ke-Tuhanan dalam keadaan sama semua rahasia yang membatasi diri dengan Allah tersingkap kasyaf, ketika itu antara diri dengan Allah menjadi satu dalam baqa-Nya sehingga Allah terasa hadir setiap saat dimana dan kapan saja.



Daftar Rujukan
Fase-Fasae Akhlaq Tasawuf. “Fase-Fasae Akhlaq Tasawuf.” Diakses 19 Maret 2020. http://zyuone.blogspot.com/2012/12/fase-fasae-akhlaq-tasawuf.html.
Hasan, Ismail. “Tasawuf: Jalan Rumpil Menuju Tuhan.” An-Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya & Sosial 1, no. 1, Juli (2014): 45–63.
Husnaini, Rovi. “Hati, Diri dan Jiwa (Ruh).” Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam 1, no. 2 (2016): 62–74.
Ilham, Muh. “Puncak Klimaks Capaian Sufistik Dalam Perspektif Tasawuf.” Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat 13, no. 2 (2017): 169–200. https://doi.org/10.24239/rsy.v13i2.264.
Kholifah, Dewi Umu. “Tasawuf Akhlaqi Dalam Pemikiran Syaikh Abdul Qādir Al-Jailānī Dan Relevansinya Dalam Pembentukan Insan Kamil.” Masters, UIN Raden Intan Lampung, 2018. http://repository.radenintan.ac.id/3424/.
Masrur, Masrur. “Pemikiran dan Corak Tasawuf Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.” Medina-Te : Jurnal Studi Islam 12, no. 1 (2016): 15–24. https://doi.org/10.19109/medinate.v12i1.1143.
“Peranan ajaran tasawuf dalam pembinaan kesehatan mental - IAIN Padangsidimpuan Institutional Repository.” Diakses 19 Maret 2020. http://repo.iain-padangsidimpuan.ac.id/249/.
Raihanrosni. “IUS 4613 Tasawwuf Perbandingan.” Engineering, 07:15:00 UTC. https://www.slideshare.net/raihanrosni/ius-4613-tasawwuf-perbandingan.
Supriyadi, Supriyadi, dan Miftahol Jannah. “Pendidikan Karakter Dalam Tasawuf Modern Hamka Dan Tasawuf Transformatif Kontemporer.” Halaqa: Islamic Education Journal 3, no. 2 (7 Januari 2020): 91-95–95. https://doi.org/10.21070/halaqa.v3i2.2725.
Unknown. “Konsep Takhali, Tahali Dan Tajjali.” Diakses 19 Maret 2020. http://komenkcb.blogspot.com/2012/03/konsep-takhali-tahali-dan-tajjali.html.



[1] “Fase-fasae akhlaq tasawuf,” Fase-fasae akhlaq tasawuf (blog), diakses 19 Maret 2020, http://zyuone.blogspot.com/2012/12/fase-fasae-akhlaq-tasawuf.html.
[2] Ismail Hasan, “Tasawuf: Jalan Rumpil Menuju Tuhan,” An-Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya & Sosial 1, no. 1, Juli (2014): 54.
[3] Supriyadi Supriyadi dan Miftahol Jannah, “Pendidikan Karakter Dalam Tasawuf Modern Hamka Dan Tasawuf Transformatif Kontemporer,” Halaqa: Islamic Education Journal 3, no. 2 (7 Januari 2020): 91, https://doi.org/10.21070/halaqa.v3i2.2725.
[4] Masrur Masrur, “Pemikiran dan Corak Tasawuf Hamka dalam Tafsir Al-Azhar,” Medina-Te : Jurnal Studi Islam 12, no. 1 (2016): 21, https://doi.org/10.19109/medinate.v12i1.1143.
[5] Unknown, “KONSEP TAKHALI, TAHALI DAN TAJJALI,” diakses 19 Maret 2020, http://komenkcb.blogspot.com/2012/03/konsep-takhali-tahali-dan-tajjali.html.
[6] raihanrosni, “IUS 4613 TASAWWUF PERBANDINGAN,” https://www.slideshare.net/raihanrosni/ius-4613-tasawwuf-perbandingan.
[7] Unknown, “Konsep Takhali, Tahali Dan Tajjali.”
[8] Muh Ilham, “Puncak Klimaks Capaian Sufistik Dalam Perspektif Tasawuf,” Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin Dan Filsafat 13, no. 2 (2017): 169–200, https://doi.org/10.24239/rsy.v13i2.264.
[9] Masrur, “Pemikiran dan Corak Tasawuf Hamka dalam Tafsir Al-Azhar.”
[10] Hasan, “Tasawuf.”
[11] Rovi Husnaini, “Hati, Diri dan Jiwa (Ruh),” Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam 1, no. 2 (2016): 62–74.
[12] Husnaini, 66.
[13] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, Cet. I, 1993), 40
[14] Dewi Umu Kholifah, “Tasawuf Akhlaqi Dalam Pemikiran Syaikh Abdul Qādir Al-Jailānī Dan Relevansinya Dalam Pembentukan Insan Kamil” (Masters, Uin Raden Intan Lampung, 2018), Http://Repository.Radenintan.Ac.Id/3424/.
[15] “Peranan ajaran tasawuf dalam pembinaan kesehatan mental - IAIN Padangsidimpuan Institutional Repository,” 35, diakses 19 Maret 2020, http://repo.iain-padangsidimpuan.ac.id/249/.
[16] Husnaini, “Hati, Diri dan Jiwa (Ruh).”

No comments:

Post a Comment